Jumat, 09 Oktober 2009

Realita Tradisi Mbecek dan Jelitan Kemiskinan di Ngrayu Ponorogo

I. Pendahuluan

Ponorogo sebagai kota yang terkenal dengan budaya Reognya, ternyata juga memiliki banyak budaya atau tradisi lainnya. Tradisi yang tidak kalah pengaruhnya didalam masyarakat desa utamanya di Ponorogo adalah tradisi mbecek. Tradisi mbecek merupakan kebiasaaan masyarakat setempat memberikan bantuan berupa bahan-bahan makanan pokok dan atau uang kepada warga masyarakat yang memiliki hajat, baik itu pernikahan ataupun khitanan. Pada prinsipnya aktifitas mbecek ini sama dengan aktifitas gotong royong yang lain, yaitu adanya keinginan untuk saling membantu. Akan tetapi perbedaanya terletak pada konseptualnya.

Tradisi mbecek sering kali diartikan sebagai pemberian bantuan baik berupa barang dan atau uang kepada pihak yang sedang menyelenggarakan hajat atau pesta. Adapun bentuk sumbangan yang berupa barang diantaranya adalah beras, gula, kentang, mie, roti, pisang, kelapa, boncis, dan lain sebagainya. Sumbangan yang berupa barang tersebut bisanya adalah kebutuhan pokok yang dibawa oleh kaum wanita disamping uang, sedangkan laki-laki berupa uang saja.

Pelaksanaan pesta perkawinan ataupun khitanan yang ada didesa seringkali tidak terlepas dari aktifitas aktifitas mbecek merupakan kebiasaan yang tidak bisa ditinggalkan. Hubungan sosial anggota masyarakat yang memberikan bantuan atau sumbangan tidak semata-mata karena keikhlasan hati akan tetapi ada hal yang diinginkan yaitu adanya keinginan untuk mendapatkan pengembalian yang setimpal dari usaha yang telah diberikan (sumbangan) ketika suatu saat anggota masyarakat yang menyumbang tadi menggelar hajatan (resiprositas).

Tradisi mbecek merupakan suatu bentuk gotong royong yang lebih spesifik mengingat kegiatannya lebih banyak dilakukan oleh para penduduk di pedesaan dengan bentuk yang berbeda dengan tradisi yang lain. Tradisi mbecek banyak melibatkan orang yang mana masing-masing orang memiliki peran yang berbeda. Ada yang berperan membantu keluarga yang menggelar hajatan (saudara dan tetangga) dan ada yang berperan sebagai penyumbang (tetangga, saudara, sahabat, teman dan kenalan). Melihat banyaknya orang yang terlibat didalam aktifitas mbecek ini maka dimungkinkan banyak uang, tenaga dan fikiran yang terkuras dalam menggelar acara hajatan tersebut. Terkurasnya fikiran, tenaga dan dana dapat dilihat dari waktu dan proses kegiatan yang cukup lama. Rata-rata seseorang yang menggelar acara hajatan membutuhkan waktu satu minggu untuk kegiatan ini.

Waktu yang sedemikian panjang digunakan dalam tiga tahap, yaitu tahap sebelum hari H, waktu hari H dan setelah hari H. Masing-masing tahapan membutuhkan waktu minimal dua hari. Penggunaan waktu dua hari dimasing-masing tahapan akan mengakibatkan waktu, tenaga dan hari kerja dari para tetangga dan saudara akan tersita untuk membantu setiap proses acara. Berapa kerugian jika hal tersebut dihitung dan diuangkan?

Tradisi mbecek ini menarik untuk diteliti karena tradisi ini berbeda dengan tradisi nyumbang yang ada dikota. Tradisi mbecek yang ada di daerah pedesaan melibatkan seluruh anggota keluarga yang sudah dianggap dewasa. Dengan intensitas yang cukup sering dari tradisi mbecek inilah yang memungkinkan terjadinya resistensi dalam perekonomian keluarga. Aktifitas mbecek tidak saja berlaku untuk saudara, tetangga ataupun sahabat, akan tetapi juga berlaku untuk saudara dari tetangga yang belum tentu dikenal dengan baik. Dengan adanya fenomena semacam itu maka peneliti ingin mengetahui apakah yang melatarbelakangi dari pelestarian tradisi mbecek dan apakah tradisi tersebut masih relevan untuk lestarikan.

Rumusan masalah dari penelitian yang kami lakukan adalah “Bagaimanakah realita masyarakat dalam menyikapi tradisi mbecek dan jelitan kemiskinan yang terjadi di Desa Temon, Kelurahan Ngrayu, Kabupaten Ponorogo?” Sehingga tujuan penelitian ini adalah “Mengetahui realita masyarakat dalam menyikapi tradisi mbecek dan jelitan kemiskinan yang terjadi di Desa Temon, Kelurahan Ngrayu, Kabupaten Ponorogo.” Dan manfaat yang diharapkan dari penelitian yang dilakukan adalah menjadi bahan pertimbangan dalam masyarakat, apakah tetap ingin melestarikan tradisi mbecek atau ingin menggantinya sebagai wujud solidaritas.

II. Metode Penelitian

Teori yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah teori pertukaran sosial (resiprositas). Teori pertukaran sosial berdasarkan prinsip transaksi ekonomi elementer, yaitu seorang individu menyediakan barang atau jasa dan sebagai imbalannya berharap memperoleh barang atau jasa yang sesuai dengan apa yang telah diberikan (diinginkan). Menurut para ahli teori, pertukaran memiliki asumsi sederhana bahwa interaksi sosial itu mirip dengan dengan transaksi ekonomi. Akan tetapi mereka mengakui bahwa pertukaran sosial tidak selalu dapat diukur dengan nilai uang, sebab dalam berbagai transaksi sosial dipertukarkan juga hal-hal yang nyata dan hal-hal yang tidak nyata (Paloma, 2003 : 52).

Jenis penelitian yang dilakukan kali ini berjenis deskriptif kualitatif. Yaitu penelitian yang bermaksud untuk menguraikan mengenai suatu gejala berdasarkan pada indikator-indikator yang dijadikan dasar gejala yang diteliti (Slamet: 2006: 7). Lokasi penelitian bertempat di Desa Temon, Kecamatan Ngrayu, Kabupaten Ponorogo. Populasi penelitian adalah masyarakat Desa Temon, Kecamatan Ngrayu, Kabupaten Ponorogo, sedangkan pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang diarahkan kepada sumber data yang dipandang mempunyai data yang penting berkaitan permasalahan yang diteliti (H.B. Sutopo, 2006 : 46).

Teknik pengumpulan data yang dipakai adalah melalui wawancara mendalam (indepth interview). Alasan menggunakan teknik ini adalah karena dapat dilakukan pada waktu dan kondisi konteks yang dianggap paling tepat guna mendapatkan data rinci, jujur dan mendalam (Sutopo, 2006:69). Selain itu, pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka berupa dokumentasi dari arsip dan media massa. Analisis data dengan menggunakan metode analisis interaktif. Model analisis dengan proses berbentuk siklus. Dalam bentuk ini peneliti tetap bergerak diantara tiga komponen analisis (meliputi reduksi data, sajian data dan penarikan simpulan/ verifikasi) dengan proses pengumpulan data selama kegiatan pengumpulan data berlangsung (Sutopo, 2006: 119).

III. Hasil Penelitian

Dari penelitian yang kami laksanakan didapatkan berupa realita masyarakat dalam menyikapi tradisi mbecek dan jelitan kemiskinan yang terjadi. Dengan diawali pemaparan terkait yaitu karekteristik masyarakat Desa Temon dan nilai-nilai yang terkandung dalam Tradisi Mbecek

Karakteristik Masyarakat Desa Temon

Masyarakat desa merupakan masyarakat dengan ciri, karakteristik dan jati diri yang unik. Unik disini dimaksudkan adalah berbeda dengan masyarakat kota atau masyarakat pinggiran kota. Hal inilah yang menjadi ciri khas tersendiri bagi masyarakat desa. Keunikan, ciri khas dan jati diri inilah yang membuat suatu desa dikenal dan memiliki arti. Dengan memiliki keunikan maka masyarakat luar dapat dengan mudah mengetahui dan memahami karakteristik dari penduduknya.

Kehidupan keseharian masyarakat desa Temon setelah selesai bekerja biasanya bersantai dengan keluarga dan tetangga. Banyaknya waktu untuk berbincang dan berkumpul menjadikan suasanya yang terbangun adalah suasana kekeluargaan.

Nilai-nilai yang Terkandung dalam Tradisi Mbecek

Penelitian merupakan suatu seni untuk memperoleh ilmu dengan metode yang berbeda-beda. Ada yang menggunakan metode wawancara, FGD (focus group discussion), ada pengamatan dan ada pula yang menggunakan metode terlibat langsung. Masing-masing metode memiliki kelebihan dan kekurangan sendiri-sendiri. Penelitian yang ingin mengetahui tentang sesuatu yang berhungan keuangan keluarga hendaknya tidak hanya mengandalkan salah satu metode saja. Hal ini dikarenakan oleh sifat dari masyarakat desa yang cenderung tertutup berkaitan dengan masalah keuangan. Jika hanya mengandalakan wawancara maka kita bisa terjebak kepada data yang tidak valid karena apa yang disampaikan tidak sesuai dengan kenyataan. Jika kita menggunakan metode FGD bisa jadi data yang kita peroleh adalah data yang bertentangan. Hal ini bisa terjadi karena masing-masing orang mempunyai pengalaman dan wawasan yang berbeda. Jika menggunakan metode pengamatan maka kita tidak bisa memperoleh data primer karena hanya berdasarkan pengamatan dan penafsiran dari pengamat. Yang paling memungkinkan untuk memperoleh data yang paling valid adalah dengan metode keterlibatan partisipatif. Hal ini dimungkinkan karena adanya hubungan emosional yang baik antar orang yang diteliti dan sipeneliti. Adanya keterlibatan dan hubungan emosional yang baik maka sangat memungkinkan data yang terekam adalah data yang sebenarnya.

Pengungkapan terhadap permasalahan yang peneliti angkat dalam rumusan masalah mengenai tradisi mbecek di masyarakat desa Temon kecamatan Ngrayun kabupaten Ponorogo, peneliti menggunakan metode yang beragam. Peneliti menggunakan metode pengamatan, FGD (focus group discassen), wawancara mendalam dan terlibat langsung. Hal ini dikarenakan peneliti pernah tinggal di sana dan mendampingi masyarakat desa Temon tersebut.

Dari hasil penelitian yang dilakukan melalui metode wawancara, focus group discassen, partisipasi dan pengamatan maka diperoleh hasil bahwa nilai yang terkandung dalam tradisi mbecek dimasyarakat desa Temon kecamatan Ngrayun adalah nilai gotong royong, nilai ketahanan ekonomi yang semakin melemah dan tidak seimbangan.

Realita Tradisi Mbecek dan Jelitan Kemiskinan Masyarakat Desa Temon Kecamatan Ngrayun

A. Tradisi Mbecek Zaman Dulu

Masyarakat merupakan sebuah sistem yang dinamis. Dikatakan sebuah sistem karena didalam masyarakat ada banyak unsur yang membentuk dan saling mempengaruhi. Ada manusia, budaya, tradisi, norma, aturan dan masih banyak yang lain. Antara satu dengan yang lain saling mempengaruhi dan terjadi proses ketergantungan, jika satu unsur tidak berfungsi maka unsur yang lain akan mengalami perubahan. Masyarakat sebagai sistem merupakan sesuatu yang senantiasa bergulir dan bergerak. Dalam aktivitas sosialnya masyarakat senantiasa bergerak, mengalami perubahan dan perkembangan.

Perubahan yang ada dalam masyarakat dapat dibagi menjadi dua yaitu perubahan kepada arah yang lebih baik dan perubahan kepada kemunduran. Perubahan kepada arah yang lebih baik inilah yang sebenarnya diinginkan oleh masyarakat, akan tetapi tidak semua apa yang diinginkan oleh masyarakat dapat tercapai. Ada kalanya perubahan yang ada dalam masyarakat mengarah kepada kemunduran, hal ini dapat dikarenakan oleh dampak dari perubahan yang tidak sesuai dengan harapan dan perencanaan.

Dalam buku Upacara Tradisional Jawa disebutkan bahwa adat istiadat adalah suatu komplek norma yang oleh individu-individu yang menganutnya dianggap ada diatas manusia yang hidup bersama dalam kenyataan suatu masyarakat (Purwadi, 2005 : 152). Adat istiadat merupakan pedoman tingkah laku untuk mengontrol setiap perbuatan manusia. Dengan adat istiadat maka anggota masyarakat terikat dalam setiap kegiatannya. Setiap perbuatan dan kegiatan yang dilakukan haruslah disesuaikan dengan adat istiadat yang berlaku. Hal ini untuk menghindari pergesekan antar anggota masyarakat.

Kegiatan gotong royong yang ada dimasyarakat desa sudah ada sejak zaman dulu. Prinsip ”paseduluran” (persaudaraan) inilah yang mendasari masyarakat desa untuk mengadakan gotong royong. Gotong royong yang dijalankan zaman dulu biasanya berupa kegiatan mengadakan hajatan, memperbaiki rumah, jembatan, jalan dan kebersihan lingkungan. Disamping itu gotong royong juga sering mereka lakukan ketika mengurus kebun dan ladang.

Mereka menilai dengan bergotong royong akan mempermudah dan lebih menghemat pengeluaran. Dizaman dulu ketika seseorang akan memperbaiki rumah maka orang yang punya rumah cukup memberi kabar ”ngaturi” kepada para tetangga, dengan begitu para tetangga diwaktu yang telah ditentukan akan beramai-ramai untuk membantu proses pembuatan rumah. Ada yang membantu dalam memasang batu bata, ada yang membantu mempersiapkan material dan ada juga yang mempersiapkan kayu dan ada pula yang membantu memasak. Kegiatan yang dilakukan tergantung dari keahlian masing masing orang. Kegiatan ini berjalan dengan dinamis dan penuh dengan suka cita. Hal ini terlihat dari kebersamaan dan canda tawa diantara mereka.

Kegiatan tolong menolong diantara mereka disamping dalam bidang sosial juga merambah kepada bidang ekonomi. Dalam bidang ekonomi gotong royong terlihat dari adanya saling membantu dalam memenuhi kebutuhan untuk menggelar hajatan. Jika ada tetangga, saudara dan teman yang mengadakan hajatan maka para tetangga beramai-ramai membantu dengan memberikan bantuan berupa bahan kebutuhan untuk menggelar hajatan tersebut. Bantuan yang diberikan biasanya berupa barang kebutuhan pokok dan atau uang. Bantuan berupa barang kebutuhan pokok diharapkan dapat membantu ”nyengkuyung” lancarnya prosesi hajatan yang digelar. Bantuan-bantuan yang diberikan oleh warga masyarakat disekitar lingkungan tinggal mempunyai maksud agar apa yang sudah mereka upayakan dan lestarikan selama ini dapat terjaga. Keinginan untuk melestarikan budaya mbecek dilandasi oleh keinginan untuk menjaga “nguri-nguri” tradisi dan budaya warisan leluhur. Mereka meyakini bahwa tradisi-tradisi warisan para leluhur merupakan sesuatu yang akan membawa mereka kepada rasa kebersamaan, keharmonisan dan kekeluargaan yang telah menjadi prinsip dan slogan hidup mereka.

Mereka sangat percaya dengan adanya kebersamaan dan gotong royong maka segala sesuatu akan dapat mereka selesaikan. Prinsip inilah yang melekat dan menjadi jati diri warga desa Temon. Prinsip inilah yang juga berlaku didalam kegiatan sosial dan ekonomi termasuk dalam kegiatan mengadakan hajatan. Dalam menggelar hajatan mereka sangat mengandalkan bantuan dari para tetangga dan saudara dekatnya. Hal ini dilakukan untuk memperingan dan mempermudah jalanya acara yang akan dilaksanakan. Dengan adanya kebersamaan dan gotong royong diantara mereka maka kegiatan hajatan pasti akan berjalan lancar dan sukses.

B. Mbecek Zaman Sekarang

Perubahan merupakan sebuah keniscayaan dari proses kehidupan. Silih bergantinya perputaran roda kehidupan menjadikan perubahan merupakan sebuah keniscayaan. Perubahan yang terjadi seiring berjalannya waktu juga berimbas pada berubahnya nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Nilai-nilai yang dulu dianggap tabu sekarang mulai luntur berkat perubahan dan difusi kebudayaan. Inilah yang sering disebut dengan pengaruh globalisasi. Dunia seakan menjadi kampung besar yang tidak ada pembatasnya. Setiap detik kita dapat mengatahui perubahan dan kejadian dibelahan bumi yang lain. Ini adalah salah satu konsekuensi dari adanya globalisasi.

Perubahan yang terjadi dengan pola pikir dan nilai-nilai yang dianut oleh warga masyarakat juga membuat perubahan dalam setiap lini kehidupan warga masyarakat. Perubahan sebagai konsekuensi dari globalisasi juga dialami oleh warga masyarakat desa. Adanya televisi, radio dan alat komunikasi yang sudah cukup canggih menjadikan budaya luar bisa dengan sangat mudah masuk dan mempengaruhi pola perilaku dari masyarakat desa.

Perubahan perilaku dan kebiasaan dari masyarakat juga berimbas pada perubahan persepsi mengenai pandangan tradisi yang selama ini mereka anut. Tradisi mbecek yang berkembang akhir-akhir ini ada pola pergeseran yang cukup menonjol. Perubahan dan pergeseran yang ada dapat dilihat dari beberapa hal. Perubahan niat dan tata cara. Perubahan niat inilah yang saat ini sangat menonjol. Dulu ketika seseorang menggelar hajatan adalah dalam rangka mengumpulkan saudara, tetangga dan teman untuk bersama-sama menikmati anugerah yang diberikan oleh Allah SWT, akan tetapi untuk sekarang ini kebanyakan dari orang yang menggelar hajatan adalah untuk memperoleh sumbangan dari tetangga, saudara, teman dan kenalan yang hasil dari perolehan sumbangan nantinya digunakan untuk keperluan hidup atau membeli barang-barang kebutuhan.

Pergeseran niat inilah yang menyebabkan seseorang dalam menggelar hajatan tidak/kurang dalam mempersiapkan segala kebutuhannya. Dulu ketika akan menggelar hajatan jauh-jauh hari sudah mempersiapkan ”klumpuk-klumpuk” segala sesuatunya mulai dari barang-barang sembako dan alat-alat untuk pagelaran hajatan. Berbeda dengan zaman sekarang yang kebanyakan orang yang akan menggelar hajatan belum mempunyai modal yang cukup atau bahkan tidak memiliki apa-apa. Barang-barang yang akan digunakan untuk kebutuhan hajatan biasanya dipinjam terlebih dahulu dari toko atau meminjam uang kepada saudara atau para pengusaha sebagai modal.

Hal inilah yang menyebabkan seseorang yang mengadakan acara hajatan yang tidak punya modal yang cukup menjadi terjebak ke dalam jerat kemiskinan yang sulit untuk dilepaskan. Hasil sumbangan yang diperoleh harus dikurangi untuk membayar biaya utang modal yang telah mereka gunakan dalam pagelaran hajatan, belum lagi untuk biaya persewaan alat-alat yang digunakan. Inilah yang menyebabkan tidak sesuainya antara hasil sumbangan yang diperoleh dengan besarnya beban yang harus mereka tanggung. Pendapatan dari hasil sumbangan yang diperoleh dari para tamu dan orang-orang yang menyumbang terkuras untuk membayar biaya sewa peralatan dan perlengkapan selama proses hajatan dilangsungkan.

Orang yang menggelar hajatan untuk sekarang ini kebanyakan menerapkan prinsip ekonomi yaitu dengan mengeluarkan biaya yang seringan-ringannya untuk mendapatkan hasil yang sebesar-besarnya. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya orang tua yang menggelar hajatan dalam rangka khitanan putranya. Hal ini tidak sebanding dengan angka hajatan yang digelar dalam rangka resepsi pernikahan. Prinsip bisnis ini sangat terlihat ketika ada hajatan dalam rangka ulang tahun atau piton-piton. Dengan hanya memberikan sajian yang ala kadarnya (sederhana) mereka akan mendapatkan sumbangan yang jumlahnya jauh melebihi dari sajian yang dihidangkan kepada para tamu undangan yang hadir. Penggunaan prinsip ekonomi ini akhir-akhir ini yang semakin banyak variasinya. Dari mulai menggelar acara ulang tahun, piton-piton dan pindah rumah merupakan salah satu alternatif ketika mereka sudah tidak mempunyai putra atau putri yang dapat mereka adakan acara hajatan. Prinsip mereka adalah ketika sudah mengeluarkan banyak uang untuk acara mbecek maka konsekuensinya mereka harus mendapatkan imbalan atau kembalian dari apa yang selama ini mereka berikan. Hal inilah yang memicu adanya beragam variasi dalam pagelaran hajatan.

Pergeseran yang sangat besar (niat, tata cara dan keperluan) inilah yang sekarang sudah tidak sesuai lagi dengan cita-cita para nenek moyang mereka terlebih dahulu. Dulu seseorang ketika menggelar acara hajatan dan syukuran adalah dalam rangka mempertemukan saudara, teman dan kenalan untuk berbegi kebahagiaan akan tetapi dizaman sekarang ini nilai-nilai itu telah tergantikan dengan nilai-nilai materealisme sempit.

IV. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan terhadap masyarakat di Desa Temon, Kecamatan Ngrayun, Kabupaten Ponorogo, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Ada tiga nilai yang tertangkap dari adanya aktifitas mbecek di desa Temon kecamatan Ngrayun kabupaten Ponorogo yaitu nilai gotong royong, nilai ketahanan ekonomi yang melemah dan nilai eksploitasi. Nilai gotong royong tercermin dari adanya saling bantu membantu antara warga masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dalam hajatan yang digelar oleh seseorang yang mempunyai hajat. Nilai kedua yang tertangkap adalah nilai ekonomi yang melemah. Adanya keharusan untuk melakukan aktifitas mbecek dengan frekuensi yang sangat sering memungkinkan adanya pemborosan. Dengan adanya penghasilan yang tidak sesuai antara pendapatan dan pengeluaran maka memungkinkan adanya minus pendapatan. Dengan demikian perekonomian yang ada tidak akan pernah berkembang. Nilai yang ketiga yang terungkap adalah nilai eksploitasi. Hal ini terlihat manakala ada orang miskin yang harus mengembalikan sumbangan kepada orang kaya dengan nilai yang sama dengan apa yang diberikan oleh orang kaya kepada orang miskin.

2. Tradisi mbecek sudah tidak sesuai dengan tujuan awalnya yang ingin saling membantu, mengurangi beban dan bersama-sama bersuka cita, akan tetapi sekarang berubah menjadi ajang bisnis. Walaupun demikian tradisi ini sampai saat ini masih berjalan.

3. Tradisi mbecek sebagai salah satu sistem gotong royong dan tolong menolong dalam kehidupan bermasyarakat hendaknya tidak terlalu memaksakan diri (sesuai dengan kemampuan) sehingga ketika benar-benar tidak mampu maka tidak mencari pinjaman untuk ikut mbecek sehingga tidak menimbulkan masalah yang lain (utang).

4. Tradisi mbecek sebagai tradisi yang kurang mendukung adanya perkembangan usaha maka sebaiknya orang yang akan memberikan sumbangan kepada orang lain hendaknya difikirkan terlebih dahulu (selektif). Apa manfaat dan pertimbangnya, sehingga upaya pengembangan perekonomian yang selama ini diupayakan dapat berhasil.

5. Bagi para pengembang masyarakat, usaha mikro dan kecil perubahan terhadap pola pikir yang berkaitan dengan budaya yang kurang mendukung terhadap peningkatan kesejahteraan ekonomi hendaknya menjadi perhatian tersendiri. Karena akan percuma saja jika disatu sisi sudah mengupayakan peningkatan pendapatan ekonomi keluraga akan tetapi disisi yang lain budaya yang tidak mendukung pengelolaan keuangan (boros) masih dilestarikan.


Sumber : PKM AI 2009 Sosiologi Fisip UNS diketuai Isnaini Rahmat

MANAJEMEN KONFLIK

Konflik dalam kehidupan sehari hari merupakan sesuatu hal yang mendasar dan esensial. Konflik mempunyai kekuatan yang membangun karena adanya variable yang bergerak bersamaan secara dinamis. Oleh karena itu konflik adalah suatu proses yang wajar terjadi dalam suatu kelompok atau masyarakat.

Konflik didefinisikan sebagai interaksi antara dua atau lebih pihak yang satu sama lain saling bergantung namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan dimana setidaknya salah satu dari pihak-pihak tersebut menyadari perbedaan tersebut dan melakukan tindakan terhadap tindakan tersebut (Minnery 1985, hal. 35).

Implikasi dari definisi konflik diatas adalah :

  1. Konflik dapat terjadi didalam atau di luar sebuah sistem kerja peraturan.
  2. Konflik harus disadari oleh setidaknya salah satu pihak yang terlibat dalam konflik tersebut
  3. Keberlanjutan bukan suatu hal yang penting karena akan terhenti ketika suatu tujuan telah tercapai
  4. Tindakan bisa jadi menahan diri dari untuk tidak bertindak
  5. Definisi ini bukan berarti menjadi definisi keseluruhan karena perbedaan pihak-pihak yang terlibat akan menyebabkan perbedaan pandangan terhadap konflik tersebut.
  6. Definisi ini tidak termasuk kekerasan, perang dan kegiatan pengrusakan
  7. Konflik tidak dibatasi sebagai situasi yang konstan.
  8. Konflik bisa jadi bukan suatu hal yang simetris (bisa terjadi hanya satu pihak yang sadar dan memberikan respon terhadap konflik tersebut)

Kebijakan sebagai sumber konflik

Kebijakan publik yang berarti suatu hal yang akan dikerjakan atau sebuah larangan yang dibuat oleh pemerintah. Kebijakan inilah yang selanjutnya sering menimbulkan persoalan sampai menjadi sebuah konflik. Timbulnya konflik dari sebuah kebijakan dapat terjadi dari karena adanya pihak-pihak dalam penentuan kebijakan tersebut dimana tidak semua pihak dapat terakomodasi dengan kebijakan tersebut. Hal ini dapat terjadi karena adanya perbedaan dasar yang berupa perbedaan tujuan daripihak-pihak yang terlibat dalam konflik tersebut.

Hal ini dapat terjadi karena :

  1. Substansi kebijakan yang mana dapat saja tidak diterima oleh pihak-pihak yang terlibat dalam kebijakan tersebut.
  2. Adanya individu dan atau pihak yang mempunyai akses lebih terhadap kebijakan tersebut sehingga ada pihak yang tidak terakomodasi dengan kebijakan tersebut.

Proses penentuan kebijakan itu sendiri melalui tahapan-tahapan sbb :

    • Identifikasi persoalan kebijakan termasuk permintaan publik untuk ditindak lanjuti oleh pemerintah
    • Penentuan agenda atau menentukan focus perhatian media massa pada permasalahan kebijakan publik yang akan dilakukan
    • Formulasi kebijakan dari lembaga yang berwenang untuk diajukan pada lembaga yang menentukan kebijakan itu dapat dilaksanakan atau tidak
    • Legitimasi kebijakan sebagai suatu tindakan politis untuk memperoleh kekuatan
    • Implementasi kebijakan oleh lembaga eksekutif
    • Evaluasi kebijakan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam kebijakan tersebut.

Tahapan-tahapan diatas menunjukan adanya celah yang dapat menimbulkan konflik dimana pihak-pihak yang mempunyai kepentingan akan terbentuk seiring dengan berjalannya tahapan-tahapan diatas. Oleh karena itu kebijakan menjadi suatu hal yang sensitive yang dapat menjadi sebuah konflik.

Sumber-sumber konflik lain

Ross (1993) mengemukakan dua sumber konflik yang terjadi dalam sebuah organisasi atau kelompok. Kedua sumber konflik itu adalah :

o Teori struktur sosial menekankan pada persaingan antara pihak-pihak yang berkepentingan sebagai motif utama sebuah konflik

Tindakan terhadap pihak lain dalam pemikiran teori struktur social akan menciptakan tantangan nyata untuk meningkatkan solidaritas dan respon kolektif dalam menghadapi lawan. Selanjutnya pihak-pihak tersebut melakukan konsolodasi secara sadar sehingga membentuk suatu kekuatan dalam menghadapi konflik tersebut. Disisi lain struktur social ini berhubungan erat dengan teori kelompok elit yang mana konflik sangat sering terjadi dalam hal ini

o Teori Psychoculttural menekankan pada konflik sebagai kekuatan psikologi dan cultural.

Teori ini menunjukan bahwa suatu pihak perlu memperhitungkan kejadian-kejadian eksternal dan tingkah laku pihak lain. Oleh karena itu kondisi social dan hubungan dengan pihak lain menjadi suatu hal penting untuk diperhatikan dalam menghadapi konflik ini karena kondisi psikologis dan culutaral ini merupakan sebuah kekuatan nyata. .

Kedua sumber konflik diatas memerlukan penanganan yang berbeda. Teori structural menerangkan bahwa strategi manajemen konflik memerlukan perubahan kondisi organisasi pihak tersebut secara mendasar. Kepentingan yang divergen sangat sulit untuk dijembatani. Teori psychocultural conflict dalam melakukan manajemen konflik memfokuskan pada proses yang dapat mengubah persepsi atau mempengaruhi hubungan antara pihak-pihak kunci. Dalam pandangan teori ini kepentingan lebih bersifat subjektif dan dapat berubah disbanding dalam pandangan teori struktural

Jenis konflik

o Konflik organisasi

Dalam sebuah organisasi khususnya organisasi besar dimana pembagian kerja terjadi didalamnya sering timbul konflik antara unit kerja yang ada atau konflik antar organisasi. Timbulnya konflik ini dikarenakan adaanya perbedaan tujuan antara satu pihak dengan pihak lain yang terlibat dalam konflik tersebut.

Organisasi dapat diartikan sebagai sebuah struktur dari hubungan interaksi, kekuatan, sasaran, aturan, kegiatan, komunikasi dan factor lain yang ada pada saat orang-orang bekerja sama. Tujuan dan struktur organisasi ini tidak berubah ketika ada perubahan orang-orang yang mengatur organisasi tersebut.

Oleh karena itu diperlukan kerjasama dan koordinasi antar struktur dalam organisasi atau antar organisasi sehingga dapat meminimalkan konflik yang terjadi

o Konflik professional

Konflik dapat terjadi pada setiap profesi termasuk didalamnya perencanaan (Minnery 1985, hal 106). Setiap profesi memiliki kode keprofesian dan meng-klaim bahwa mereka memperhatikan kepentingan publik.

Satu hal yang membedakan konflik organisasi dengan konflik professional adalah pada kontrol terhadapnya. Organisasi mempunyai kontrol hirarki yang terstruktur sedangkan profesi hanya mengandalkan kontrol diri sendiri

Strategi dalam memecahkan konflik

Dalam proses perencanaan wilayah konflik dapat terjadi pada pengambilan keputusan dan implementasinya. Pemecahan konflik dengan sasaran sumber daya manusianya sangat menguntungkan untuk dilaksanakan. Strategi dalam memecahkan konflik menurut Chin dan Benne, 1976 adalah :

o Strategi empiris rasional.

Asumsi dasar dalam startegi ini adalah bahwa setiap orang akan mengikuti pemikiran yang rasional sehingga perubahan baik dalam individu maupun dalam organisasinya dapat terjadi

o Startegi Normatif-reedukatif

Strategi ini tidak melupakan rasionalitas dan intelegensi manusia namum mempunyai asumsi bahwa pola tindakan dan kegiatan dipengaruhi oleh norma sociocultural dan komitmen individual. Sehingga perubahan yang terjadi bukan hanya perubahan pengetahuan, informasi, atau rasionalitas intelektual saja tapi juga perubahan perilaku, nilai-nilai, keahlian dan hubungan yang signifikan.

o Strategi Power Coercive

Penggunaan kekuatan dalam penyelesaian konflik baik dalam bentuk kekuatan politik maupun kekuatan lain sehingga akan terlihat jelas pihak-pihak yang mempunyai kekuatan dan yang tidak. Hal inilah yang akan menjadikan perubahan dalam pihak-pihak yang ada dalam konflik tersebut.

Menurut Ross (1993) strategi dalam memcahkan konflik adalah:

o Self-help

Strategi self-help sering dilihat sebagai suatu tindakan sepihak yang bersifat destruktif. Tindakan ini kadang dilakukan oleh pihak yang kuat untuk menekan pihak yang lemah. Strategi self-help ini dapat digunakan untuk tindakan yang konstruktif dalam bentuk menarik diri, menghindar, tidak mengikuti, atau melakukan tindakan independen. Pihak yang lemah sangat tepat jika menerapkan strategi ini Karena self-help merupakan tindakan sepihak yang potensial dapat meningkatkan respon, meyebabkan strategi ini sulit untuk mencapai solusi yang konstruktif.

Langkah-langkah yang dapat diambil dalam menerapkan strategi self-help, antara lain:

§ Exit

Jika tekanan dari pihak yang kuat terhadap pihak yang lemah sangat kuat, maka pihak yang lemah sebaiknya keluar dari tekanan tersebut. Hal ini didasarkan pertimbangan bahwa tekanan tersebut akan menimbulkan pengaruh yang kuat pada kehidupan pihak yang tertekan.

§ Avoidance

Tindakan menghindar dilakukan berdasarkan perhitungan untung ruginya untuk melakukan suatu aksi. Jika biaya yang dikeluarkan lebih besar dari keuntungan yang akan didapat maka strategi menghindar dapat diterapkan.

§ Noncompliance

Strategi ini berguna untuk mencari dukungan atas tindakan yang akan dilaksanakan sebagai akibat dari kewengan yang dimiliki sangat kecil. Tindakan ini dilakukan karena ada pihak yang tidak sepakat untuk bertindak karena tidak sesuai dengan yang diharapkan. Strategi ini juga merupakan langkah awal untuk menerapkan strategi joint solving problem atau third-party decision making.

§ Unilateral action

Tindakan ini sangat memungkinkan terjadinya kekerasan, karena dua pihak saling berbenturan kepentingan. Pihak yang melakukan tindakan ini menganggap apa yang dilakukan merupakan bagian dari kepentingannya. Tetapi pihak lain mungkin akan menginterpretasikan sebagai tindakan yang destruktif.

o Joint problem solving

Joint problem solving memungkinkan adanya kontrol terhadap hasil yang dicapai oleh kelompok-kelompok yang terlibat. Masing-masing kelompok mempunyai hak yang sama untuk berpendapat dalam menentukan hasil akhir. Strategi ini membutuhkan penelusuran terhadap persoalan yang dihadapi. Keputusan yang diambil secara bersama dapat dikatakan berasal dari pendapat kelompok menurut standar masing-masing. Keputusan yang bersifat integrasi ini dapat melibatkan berbagai isu. Kesepakatan yang diambil memberikan keuntungan tiap kelompok dengan kadar yang berbeda, seperti dalam "the prisoner’s dilemma game".

Langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam strategi ini, yaitu:

§ Identification of interests

Identifikasi kepentingan-kepentingan yang terlibat dalam konflik sangat kompleks. Salah satu hambatan dalam mencari solusi dalam konflik ini adalah tidak mampunya pihak-pihak yang terlibat menterjemahkan keluhan yang samar-samar kedalam permintaan konkrit yang pihak lain dapat mengerti dan menanggapinya.

§ Weighting interest

Setelah kepentingan teridentifikasi, masing-masing pihak memberikan penilainnya terhadap kepentingannya. Penilaian ini sangat bergantung pada komunikasi yang terbuka dan kejujuran masing-masing pihak sehingga dapat dibuat prioritas atas kepentingan-kepentingan yang dihadapi pihak-pihak tersebut.

§ Third-party assistance and support

Pihak ketiga diperlukan untuk memfasilitasi pihak-pihak yang terlibat dalam konflik, membuat usulan prosedur, menterjemahkan keluhan-keluhan kedalam permintaan yang konkrit, membantu pihak-pihak untuk mendefinisikan kepentingan relatif dari masalah yang dihadapi, menyusun agenda, membuat pendapat mengenai isu substansi . Pihak ketiga ini harus bersifat netral agar masing-masing pihak dapat menerima hasil yang disepakati.

§ Effective communication

Pihak-pihak yang terlibat terisolasi dalam persoalan yang tidak membutuhkan dialog secara langsung untuk mencapai solusi, tetapi mereka harus berkomunikasi aktif. Komunikasi ini diperlukan untuk mendefinisikan mengenai isu yang dihadapi bersama.

§ Trust that an adversary will keep agreement

Keputusan yang diambil harus dijalankan oleh masing-masing pihak. Oleh karena itu jika ada pihak yang melanggar keputusan tersebut maka sebelum keputusan dijalankan harus dibuat struktur penalty/sanksi.

§ Third-party decision making

Konflik yang dihadapi individu, kelompok, dan masyarakat kadang tidak dapat diselesaikan tanpa adanya pihak ketiga. Dalam strategi ini, pihak ketiga membuat keputusan yang mengikat berdasarkan aturan-aturan untuk mencapai hasil yang pasti. Pihak ketiga ini seperti administrator atau hakim. Keputusan yang diambil oleh administrator ini dapat diterima oleh pihak-pihak yang terlibat konflik karena administrator dianggap mempunyai pegangan/pedoman yang baik. Strategi ini sedikit menawarkan kompromi atau penyelesaian masalah secara kreatif, karena pihak ketiga mempunyai otoritas penuh.

Sukses dan gagalnya manajemen konflik

Sukses tidaknya konflik yang dihadapi pada dasarnya sangat bergantung pada seberapa besar perhatian pihak-pihak yang terlibat dalam mempertimbangkan sumber dari konflik itu sendiri. Dengan mempertimbangkan sumber konlik maka strategi yang akan diambil dapat dilaksanakan. Hal ini dimungkinkan karena masing-masing sumber konflik memberikan strategi yang berbeda dalam penyelesaiannya.

Terdapat tiga kriteria yang dapat dijadikan acuan untuk menilai apakah manajemen konflik yang diterapkan berhasil. Ketiga kriteria tersebut, yaitu:

§ Acceptance

Kesepakatan terhadap solusi yang diambil diterima masing-masing pihak. Pihak-pihak yang terlibat menerima kesepakatan karena dua alasan, yaitu adanya solusi yang menguntungkan dan pertimbangan mengenai proses yang adil.

§ Duration

Solusi yang diambil harus berlangsung lama. Hal ini dapat dicapai jika masing-masing pihak mendapatkan keuntungan. Jika hanya satu pihak saja yang diuntungkan maka solusi yang diambil tidak akan bertahan lama.

§ Change relationship

Harus terjadi perubahan hubungan setelah kesepakatan diambil. Hal ini ditandai dengan adanya penghargaan terhadap masing-masing pihak, adanya upaya bersama untuk menjaga kesepakatan, dan pengaruh positif lainnya.

Faktor yang menyebabkan konflik tidak terselesaikan, antara lain:

§ Tidak dilibatkannya pihak-pihak kunci

Dalam menyelesaikan konflik semua pihak harus dilibakan sehingga kepentingan dari masing-masing pihak dapat diidentifikasi. Tidak dilibatkannya semua pihak akan memungkinkan kepentingan yang mendasar tidak teridentifikasi sehingga keputusan yang diambil akan menguntungkan pihak tertentu.

§ Kurang adanya pemahaman terhadap suatu persoalan

Masing-masing pihak harus mempunyai kemauan sungguh-sungguh dalam menyelesaikan konflik dan adanya sikap saling menghargai sehingga keputusan yang diambil dapat diterima oleh semua pihak.

§ Melihat sumber konflik dari satu aspek saja

Konflik harus dilihat dari dua aspek yaitu aspek struktural dan aspek psikokultural. Aspek struktural menekankan pada kepentingan sedangkan aspek psikokultural menekankan pada psikologi dan budaya dari pihak yang terlibat.

KESIMPULAN

Konflik didefinisikan sebagai interaksi antara dua atau lebih pihak yang satu sama lain saling bergantung namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan dimana setidaknya salah satu dari pihak-pihak tersebut menyadari perbedaan tersebut dan melakukan tindakan terhadap kondisi tersebut. Konflik dapat terjadi salah satunya dari pelaksanaan kebijakan. Proses-proses penentuan dan pelaksanaan kebijakan menjadi potensi konflik dengan adanya pihak-pihak yang terlibat dalam konflik tersebut.

Dua sumber konflik yang terjadi dalam sebuah organisasi atau kelompok adalah :

§ Teori struktur sosial menekankan pada persaingan antara pihak-pihak yang berkepentingan sebagai motif utama sebuah konflik

§ Teori Psychoculttural menekankan pada konflik sebagai kekuatan psikologi dan cultural.

Dalam proses perencanaan wilayah konflik dapat terjadi pada pengambilan keputusan dan implementasinya. Pemecahan konflik dengan sasaran sumber daya manusianya sangat menguntungkan untuk dilaksanakan. Strategi dalam memecahkan konflik menurut Chin dan Benne, 1976 adalah :

§ Strategi empiris rasional.

§ Startegi Normatif-reedukatif

§ Strategi Power Coercive

Menurut Ross (1993) strategi dalam memcahkan konflik adalah:

§ Self-help

Langkah-langkah yang dapat diambil dalam menerapkan strategi self-help, antara lain:

§ Exit/ keluar dari konflik

§ Avoidance/penghindaran konflik

§ Noncompliance/dukungan

§ Unilateral action

§ Joint problem solving

Joint problem solving memungkinkan adanya kontrol terhadap hasil yang dicapai oleh kelompok-kelompok yang terlibat.

Langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam strategi ini, yaitu:

§ Identification of interests

§ Weighting interest

§ Third-party assistance and support

§ Effective communication

§ Trust that an adversary will keep agreement

§ Third-party decision making

Konflik yang dihadapi individu, kelompok, dan masyarakat kadang tidak dapat diselesaikan tanpa adanya pihak ketiga.

Faktor yang menyebabkan konflik tidak terselesaikan, antara lain:

§ Tidak dilibatkannya pihak-pihak kunci

§ Kurang adanya pemahaman terhadap suatu persoalan

§ Melihat sumber konflik dari satu aspek saja

Referensi

Dye, Thomas R. Understanding Public Policy, seventh edition. Englewood Cliffs, N.J. Prentice Hall, 1992.

Ross, Marc Howard. The Management of Conflict. New Haven, Yale University Press, 1993.

Minnery, John R. Conflict Management in Urban Planning. Hampshire, Gower Publishing Company Limited, 1986.