Ilmu, kita memahami ilmu untuk diamalkan. Saya dilarang untuk menyebarkan ilmu sebelum saya mengamalkannya. Memahami ilmu bukan untuk fanatis terhadap suatu pemahaman, belajarlah dari kehidupan yang penuh perbedaan, lalu peganglah satu tali pedoman agar tidak terbawa angin yang besar lagi memabukkan. Toleransi dengan perbedaan untuk menjadi khazanah dan kekuatan.
Rabu, 23 September 2009
Ayah Mengajarkan Hakikat Ilmu Padaku Kemarin
Ilmu, kita memahami ilmu untuk diamalkan. Saya dilarang untuk menyebarkan ilmu sebelum saya mengamalkannya. Memahami ilmu bukan untuk fanatis terhadap suatu pemahaman, belajarlah dari kehidupan yang penuh perbedaan, lalu peganglah satu tali pedoman agar tidak terbawa angin yang besar lagi memabukkan. Toleransi dengan perbedaan untuk menjadi khazanah dan kekuatan.
Lisan
Kualitas diri seseorang bisa diukur dari kemampuannya menjaga lidah. Orang-orang beriman tentu akan berhati-hati dalam menggunakan lidahnya.
"Wahai orang-orang beriman takutlah kalian pada Allah dan berkatalah dengan kata-kata yang benar." (QS Al-Ahzab:70).
Sementara itu, Rasulullah saw bersabda, "Siapa yang beriman pada Allah dan hari akhir, maka hendaklah dia berkata baik atau diam". (HR Bukhari-Muslim).
Bicara baik ada 4 syaratnya :
a. Bersih dari dusta
Berpikir keras lebih dulu sebelum berbicara. Dusta, sekuat apapun kita menutupi, hanyalah masalah waktu. Allah Swt akan dengan sangat mudah membukanya.
b. Membaca Situasi
Dr. Quraish Shihab berkata, likulli maqal maqam wa likulli maqam maqal. Setiap perkataan ada tempat terbaik dan setiap tempat ada perkataan terbaik. Pembicara terbaik bukan saja membicarakan yang benar saja, tapi juga harus bisa membaca situasi.
c. Menjaga Kata-Kata
Menjaga kata-kata supaya tidak menjadi pisau bagi orang lain.
d. Bermanfaat
Setiap kata yang terucap dari mulut kita haruslah bermanfaat. Dan berbicara tidak selalu memakai mulut, sikap, senyum, sapaan, salam kita akan bernilai daripada ribuan kata-kata yang sia-sia.
Menjadi Apapun Dirimu, Kawan
Menjadi Karang-lah meski tak mudah. Sebab ia akan menahan sengat sinar mentari yang garang, sebab ia akan halangi deru ombak yang kuat menerpa tanpa kenal lelah. Sebab ia akan melawan bayu yang keras menghembus dan menerpa dengan dingin yang mencoba membekukan. Sebab ia akan menahan hempasan badai yang datang menggerus terus menerus dan mencoba melemahkan keteguhannya. Sebab ia akan kokohkan diri agar tak mudah hancur dan terbawa arus. Sebab ia akan berdiri tegak berhari-hari, bertahun-tahun, berabad-abad tanpa rasa jemu dan bosan.
Menjadi Pohon-lah yang tinggi menjulang, meski itu tak mudah. Sebab ia akan tetap tegar meski bara mentari terus menyala setiap siangnya. Sebab ia akan meliuk halangi angin yang menerpa kasar. Sebab ia akan terus menjejak bumi hadapi gemuruh sang petir. Sebab ia akan hujamkan akar yang kuat untuk menopang. Sebab ia akan menahan gegap gempita hujan yang coba meruntuhkan. Sebab ia akan senantiasa memberikan buah-buahan yang manis dan mengenyangkan. Sebab ia akan berikan tempat bernaung bagi burung-burung yang singga di dahannya. Sebab ia akan berikan tempat berlindung dengan rindang daun-daunnya.
Menjadi paus-lah, meski tak mudah. Sebab dengan sedikit kecipaknya, ia akan menggetarkan ujung samudra. Sebab besar tubuhnya akan menakutkan musuh yang coba mengganggu. Sebab sikap diammnya akan membuat tenang laut dan seisinya.
Menjadi Elang-lah, dengan segala kejantanannya, meski itupun tak mudah. Sebab ia harus melayang tinggi menembus birunya langit. Sebab ia harus melanglang buana untuk mengenal medannya. Sebab ia harus melawan angin yang menerpa dari segala penjuru. Sebab ia harus mengangkasa jauh tanpa rasa takut jatuh. Sebab ia harus kembali ke sarang dengan makanan di paruhnya. Sebab ia harus menukik tajam mencengkeram mangsa. Sebab ia harus menjelajah cakrawala dengan kepak sayap yang membentang gagah.
Menjadi melati-lah, meski tampak tak bermakna. Sebab is kan tebar harum wewangian tanpa meminta balasan. Sebab ia begitu putih, seolah tanpa cacat. Sebab ia tak takut hadapi anggin dengan tubuh mungilnya. Sebab ia tak pernah iri melihat mawar yang merekah segar. Sebab ia tak ragu hadapi hujan yang membuatnya basah. Sebab ia tak malu pada bunga matahari yang menjulang tinggi. Sebab ia tak pernah rendah diri pada anggrek yang anggun. Sebab ia tak pernah dengki pada tulip yang berwarna-warni. Sebab ia tak gentar layu karena pahami hakikat hidupnya.
Menjadi mutiara-lah, meski itu tak mudah. Sebab ia berada di dalam samudra yang dalam. Sebab ia begitu sulit dijangkau oleh tangan-tangan manusia. Sebab ia begitu berharga. Sebab ia begitu indah dipandang mata. sebab ia tetap bersinar meski tenggelam di kubangan yang hitam.
Menjadi kupu-kupu-lah, meski itu tak mudah pula. Sebab ia harus melewati proses-proses sulit sebelum dirinya saat ini. Sebab ia kan lalui semedi panjang tanpa rasa bosan, sebab ia bersembunyi dan menahan diri dari segala yang mengenyangkan hingga kemudian tiba saat keluar.
Karang akan hadapi ujian, terik sinar matahari, badai, juga gelombang.
Elang akan menembus lapis langit, mengangkasa lapis langit, mengangkasa jauh, melayang tinggi dan tak pernah lelah untuk terus mengembara dengan bentangan sayapnya.
Paus akan menggetarkan samudra hanya dengan sedikit gerakan.
Pohon akan hadapi petir, deras hujan, silau matahari, namun selalu berusaha menaungi.
Melati ikhlas untuk selalu menerima keadaannya, meski tak terhitung pula bunga lain dengan segala kecantikannya.
Kupu-kupu berusaha bertahan, meski saat-saat diam adalah kejenuhan.
Mutiara tak memudar kelam, meski pekat lingkungan mengepungnya dari kiri, kanan, depan dan belakangnya.
Tapi karang menjadi kokoh dengan segala ujian. Elang menjadi tangguh, tak hiraukan lelah tatkala terbang melintasi bermilyar kilo bentangan cakrawala. Paus menjadi kuat dengan besar tubuhnya dalam luas samudra. Pohon tetap menjadi naungan meski ia hapai seribu gangguan. Melati menjadi bijak dengan dada yang lapang dan justru terlihat indah dengan segala kesederhanaan. Mutiara tetap bersinar, kupu-kupu atau apapun yang kau mau. Tetapi tetaplah sadari kehambaanmu....
(Suatu intropeksi diri, maka bercerminlah kembali Saudaraku....)
Jumat, 18 September 2009
Saya Ini Sedang Futur
Saya Ini Sedang Futur |
saya ini sedang futur
terbukti dengan ogah-ogahan datang ke pengajian tiap pekan
dengan alasan klasik kuliahlah, lelahlah, kerjalah, sibuklah, inilah, itulah
saya ini sedang futur
jarang baca buku tentang Islam, lagi demen baca koran
dulu tilawah tidak pernah ketinggalan sekarang satu lembar udeh lumayan
tilawah sudah tidak berkesan, nonton layar emas ketagihan
saya ini sedang futur
mulai malas sholat malam, jarang bertafakkur
ba'da shubuh, kanan kiri salam, lantas kembali mendengkur
apalagi waktu libur, sampai menjelang dzuhur
saya ini sedang futur
lihat perut semakin buncit, karena junkfood dan pangsit
kalo infaq mulai sedikit dan mulai pelit
apalagi shaum sunnah, perut rasanya ogah
saya ini sedang futur
tak lagi pandai bersyukur
seneng disanjung dikritik murung
saya ini sedang futur
malas ngurusin da'wah, rajin bikin ortu marah
sedikit sekali muhasabah, sering kali meng ghibah
ya..saya memang sedang futur
mengapa saya futur......???
mengapa tidak ada satu ikhwah pun yang menegur dan menghibur??
kenapa batas-batas mulai mengendur??
kepura-puraan, basa basi dan kekakuan subur??
kenapa di antara kita sudah tidak jujur??
kenapa ukhuwah di antara kita sudah mulai luntur??
kenapa di antara kita hanya pandai bertutur??
Ya Allah..berikan hambaMu ini pelipur
agar saya tidak semakin futur
apalagi sampai tersungkur...
ente tau ane lagi futur
sedikit dzikir, banyakan tidur belajar ngawur, IP pun hancur
shohib- shohib kagak ada yang negur
ente tau ane lagi futur
hati beku, otak ngelantur mikirin orang se-dulur,
diri sendiri kagak pernah ngukur
ente taulah ane sekarang
seneng duduk di kursi goyang,
perut kenyang hati melayang
mulut sibuk ngomongin orang,
aib sendiri nggak kebayang
ente tau ane bengal
bangun malem sering ditinggal
otak bebal banyak mengkhayal,
udeh lupa yang namanya ajal
ente tau ane begini
udah sok tau, seneng dipuji ngomong sok suci kayak murrabi,
kagak ngaca diri sendiri
ente tau ane gegabah
petantang petenteng merasa gagah,
diri ngaku-ngaku ikhwah kalo mo muhasabah,
diri ini nggak beda sama sampah
ente tau ane sekarang udah kalah di medan perang
ane pengen pulang kandang,
ke tempat ane dulu datang
nb: buat semua saudaraku....kunjungilah saudaramu tengoklah dia barang sebentar....
mungkin keimanannya sedang berada diujung tanduk
mungkin keimanannaya sedang dipertaruhkan..
raihlah dia..rengkuhlah dia
ajaklah dia bersama melihat terbitnya fajar kebangkitan Islam
ajaklah dia bersama menuju cinta NYA menuju surgaNYa menuju ampunan NYA
janganlah sibuk dengan diri sendiri pedulilah dengan sekelilingmu
pedulilah dengan mereka yang mengharap datangnya secercah cahaya
jadilah orang yang bermanfaat untuk orang-orang disekitarmu